Ps. Marc Anthony & Ps. Shierly Berhitu

Doa Puasa Pertama di Gedung Gereja Baru, Tentang Mezbah dan Persembahan

Sabtu, 29 Maret 2025, adalah kali pertama Doa Puasa dilakukan di gedung gereja baru yang berlokasi di Bang Chak. Hari ini dihadiri pula tamu dari The City Tower pusat Jakarta, yaitu Ps. Marc Anthony beserta ibu Ps. Shierly Berhitu — beliau berdua akan melayani di hari minggu esoknya.

Setelah lantunan puji-pujian penyembahan, doa-doa dipanjatkan, kemudian dilanjutkan dengan sharing firman oleh Ps. Shierly Berhitu.

​​Mezbah dan Persembahan

Hari ini saya ingin berbagi tentang mezbah dan persembahan dalam firman Tuhan yang tertulis di Yosua 8:30-31

“Pada waktu itulah, Yosua mendirikan mezbah di Gunung Ebal bagi Tuhan, Allah Israel, seperti yang diperintahkan Musa kepada orang Israel, menurut apa yang tertulis dalam kitab hukum Musa. Suatu mezbah dari batu-batu yang tidak dipahat, yang tidak diolah dengan perkakas besi apa pun. Dan di atasnya mereka mempersembahkan korban bakaran kepada Tuhan dan mengorbankan korban keselamatan.”

Ketika kita pergi ke Bali, kita sering melihat banyak sesajen (canang) di berbagai tempat—di perempatan jalan, di toko-toko, di mana saja. Namun, kita harus memahami bahwa dalam Alkitab, persembahan yang tidak ditujukan kepada Tuhan tidak berkenan di hadapan-Nya. Bahkan dalam kitab Imamat, Nadab dan Abihu, anak-anak imam, mempersembahkan api asing yang mereka anggap baik, tetapi Tuhan menolaknya.

Dalam Yesaya, Tuhan juga berfirman:

“Jangan bawa persembahan yang tidak Kusukai, yang tidak berkenan di hadapan-Ku.”

Hal ini menunjukkan bahwa persembahan bukan hanya sekadar nyanyian dalam Praise and Worship, atau sekadar latihan bagi para Worship Leader dan pemusik. Ada prinsip yang lebih dalam yang harus kita pahami.

Mezbah dan Persembahan adalah Dua Hal yang Berbeda

Berbicara tentang mezbah dan persembahan, itu seperti berbicara tentang meja makan dan makanan yang disajikan di atasnya. Keduanya berkaitan, tetapi memiliki makna yang berbeda.

Kadang kita hanya fokus pada worship dan menganggap semua yang kita berikan kepada Tuhan adalah penyembahan. Namun, penting untuk kembali kepada dasar yang benar dalam gereja dan ibadah kita, yaitu worship yang sejati.

Mezbah Dibangun dari Batu yang Tidak Dipahat

Yosua membangun mezbah dari batu yang tidak dipahat, yang dalam bahasa Ibrani disebut shalem—bukan shalom. Shalem berarti lengkap, sempurna, dan utuh. Ini mengandung makna bahwa batu yang dipilih untuk membangun mezbah adalah batu yang belum disentuh oleh alat pemahat.

Secara simbolis, ini melambangkan kesempurnaan dan keharmonisan. Batu yang tidak dipahat memiliki bentuk yang tidak seragam, namun tetap bisa disusun menjadi sebuah mezbah. Ini menggambarkan bagaimana kita sebagai jemaat, meskipun berbeda-beda, tetap bisa bersatu dalam harmoni untuk membangun suatu tempat bagi Tuhan.

Contoh lainnya, seperti harmoni dalam musik. Harmoni terjadi ketika beberapa nada dimainkan bersama-sama dan terdengar indah. Jika nada-nada itu tidak sejalan, maka hasilnya menjadi sumbang. Begitu pula dalam gereja—kita perlu bergerak dalam kesepakatan agar tercipta harmoni yang indah.

Dalam Matius 18:19, dikatakan bahwa:

“Jika dua atau tiga orang sepakat meminta sesuatu dalam nama Yesus, maka Tuhan akan mendengarnya.”

Kata ‘sepakat’ dalam ayat ini berasal dari bahasa Yunani symphōneō, yang menjadi akar kata “simfoni”. Ini menunjukkan bahwa dalam Praise and Worship, harus ada kesepakatan—baik dalam lagu, aransemen musik, maupun dalam kekudusan hidup.

Mezbah dari Batu yang Belum Tersentuh Besi

Selain tidak dipahat, batu yang digunakan untuk mezbah juga belum pernah disentuh oleh perkakas besi. Ini melambangkan hati dan kehidupan kita yang harus tetap bersih dan tidak tercemar.

Hati manusia sangat mudah tercemar oleh kemarahan, iri hati, dendam, dan hal-hal lainnya. Jika kita ingin membangun mezbah yang sejati bagi Tuhan, kita harus memastikan bahwa hati kita dalam keadaan bersih.

Dalam kisah Elia, sebelum memohon api turun dari surga, hal pertama yang ia lakukan adalah membangun kembali mezbah yang sudah roboh.

Sama seperti batu emas yang masih dalam bentuk mentah, emas itu perlu diproses, dilebur, dan dimurnikan sebelum menjadi sesuatu yang bernilai. Begitu juga dengan hati kita—perlu mengalami pemurnian agar layak menjadi bagian dari mezbah bagi Tuhan.

Persembahan dan Korban

Dalam Perjanjian Lama, persembahan bisa berupa burung merpati, kambing, atau domba, yang kemudian diletakkan di atas mezbah. Ini menunjukkan bahwa sebelum kita mempersembahkan sesuatu kepada Tuhan, kita harus terlebih dahulu mempersiapkan hidup kita dengan benar.

Namun, ada perbedaan antara persembahan dan korban. Yosua tidak hanya menyiapkan persembahan, tetapi juga korban. Ini menunjukkan bahwa ada makna yang lebih dalam—persembahan adalah sesuatu yang kita berikan, sedangkan korban melibatkan pengorbanan yang nyata.

Kesimpulan

  1. Mezbah adalah tempat yang disiapkan untuk persembahan
    Ini melambangkan kehidupan kita yang harus bersih, utuh, dan penuh harmoni.
  2. Persembahan harus berasal dari hati yang benar
    Tidak semua persembahan berkenan di hadapan Tuhan, karena Tuhan melihat hati dan motivasi di baliknya.

Mari kita kembali kepada dasar ibadah yang benar, membangun mezbah dengan hati yang murni, dan mempersembahkan hidup kita sebagai korban yang berkenan bagi Tuhan.

Scroll to Top